Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Tampilkan postingan dengan label Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Tampilkan semua postingan

Pendekatan Perubahan Kurikulum 2013


TUGAS INDIVIDU
KURIKULUM PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Pendekatan Perubahan Kurikulum 2013

  
          
OLEH:
Peni Mala Sari
1102696 / 2011
PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014

I.                   Latar Belakang
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu jenis satuan pendidikankejuruan pada jenjang pendidikan menengah. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, terbukti bahwa SMK memiliki peran strategis dalam pendidikan ketenagakerjaan. Posisi strategis tersebut tampak dalam berbagai aspek berikut:
1)        SMK merupakan bagian integral dari sektor ekonomi yang turut berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Oleh karena itu, SMK perlu dikembangkan baik secara kuantitas maupun kualitas
2)        Kualitas SMK merefleksikan kualitas tenaga kerja Indonesia yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan daya saing sumberdaya manusia Indonesia
3)        SMK berperan dalam mengurangi indeks pengangguran dalam lingkup lokal maupun nasional.

Undang-undang tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas) nomor 20 tahun 2003 pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuam untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak muliah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pelaksanaan esensi dari sistem pendidikan nasional, adalah amanat yang mengandung pesan moral sebagai landasan penyelenggaraan pendidikan dan sarana pencapaian cita-cita perjuangan dalam peradaban bangsa indonesia. Salah satu wujud faktor sinerjitas proses dalam pencapaian tujuan pendidikan, telah dirancang bersama antara pihak eksekutif dan legislatif yang mewujud pada bentk regulasi. Hal tersebut, dapat kita tinjau sejarah dari sistem pendidikan nasional dalam bentuk undang-undang nomor 4 tahun 1950 tentang pokok-pokok pengajaran dan pendidikan; undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, dan undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan undang-undang dikti 2012. 


Berdasarkan penjelasan UUSPN No. 20 Tahun 2003 pasal 15:

a.         Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan kejenjang pendidikan tinggi
b.         Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
c.         Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasan disiplin ilmu pengetahuan
d.        Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus
e.         Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian tarapan tertentu maksimal setara dengan sarjana
f.          Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan menjadi ahli ilmu agama
g.         Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah
Penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi dunia kerja di indonesia, terdapat dua istilah yang digunakan, yaitu: pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu, adapun pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didi untuk memiliki pekerjaan dan keahlian terpan tertentu berupa program diploma dan setingkat dengan sarjana terapan, magister terapan serta dokter terapan.
Pendidikan kejuruan mencakup institusi SMK dan MA kejuruan, serta ada juga SMK yang menyelenggarakan community college. Untuk pendidikan vokasi dijalankan oleh perguruan tinggi termasuk politeknik pada jenjang D1, D2, D3 dan D4 hingga Spesialis (SP)1 dan SP2.
Selain dari kementrian pendidikan dan kebudayaan, terdapat juga pada kementrian ketenagakerjaan yang mengatur tentang pelatihan kerja dan pemagangan yang dilindungi oleh undang-undang ketenagakerjaan. Lebih khusus mengatur pelatihan yang bersifat vokasional yang berorientasi pada pekerjaan. Sebgai tindak lanjutnya dilandasi oleh peraturan pemerintah No. 31 Tahun 2006 tentang pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau lembaga pelatihan kerja swasta, seperti BLK (Balai Latihan Kerja)  dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu jenis satuan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, terbukti bahwa SMK memiliki peran strategis dalam pendidikan ketenagakerjaan. Posisi strategis tersebut tampak dalam berbagai aspek berikut:
1)        SMK merupakan bagian integral dari sektor ekonomi yang turut berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Oleh karena itu, SMK perlu dikembangkan baik secara kuantitas maupun kualitas;
2)        Kualitas SMK merefleksikan kualitas tenaga kerja Indonesia yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan daya saing sumberdaya manusia Indonesia;
3)        SMK berperan dalam mengurangi indeks pengangguran dalam lingkup lokal maupun nasional.

      II.  Konsep Ideal Penyelenggaraan Ptk
Pendidikan kejuruan diarahkan untuk membentuk lulusan yang memiliki wawasan profesional, yaitu sesuatu yang tertanam di dalam diri seseorang yang mempengaruhi perilakunya, yaitu peduli kepada mutu (tidak asal jadi), bekerja cepat, tepat dan efisien tanpa atau dengan pengawasan orag lain, menghargai waktu, dan menjaga reputasi. Karakter seperti ini adalah karakter tenaga kerja yang disukai dan diperlukan oleh dunia kerja. Diperlukan suatu usaha pembentukan sikap profesional yang sistematis dan waktu yang lama di SMK untuk mencapai tujuan tersebut. Dibutuhkan juga perlakuan khusus (special treatment) bagi siswa tertentu, kelompok siswa tertentu, atau sekolah tertentu untuk membentuk keunggulan sesuai kondisi siswa, sekolah tempat belajarnya, dan potensi daerah tempat SMK berada (Dedi Supriadi, et al, 2002: 236).
SMK adalah salah satu sub-sistem dari sistem pendidikan nasional di Indonesia. SMK memainkan peranan strategis bagi penyediaan tenaga kerja trampil secara nasional. Ini sejalan dengan tujuan SMK dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu mempersiapkan peserta didiknya untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Lebih spesifik dalam PP No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan di Pasal 1 Ayat 15, dijelaskan bahwa pendidikan kejuruan adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. Berdasar Keputusan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2008) terdapat 121 Program Keahlian di SMK.
International Labour Office (2010) merumuskan bahwa kegiatan layanan bimbingan dan konseling karir terkait erat dengan empat kompetensi utama bagi para siswa agar dapat menghadapi masa depan karir mereka yaitu: (1) kesadaran diri atau pengenalan diri sendiri, (2) kesadaran akan kesempatan bekerja, (3) pembuatan keputusan pendidikan dan karir, dan (4) pembelajaran transisional dan pengetahuan akan persyaratan kerja.
Bimbingan dan konseling karir berhubungan erat dengan pendidikan karir (career education), seperti dikemukakan Calhoun dan Finch (1976) bahwa program pendidikan karir di memiliki tahapan berupa kesadaran karir, eksplorasi karir, dan persiapan karir. Berikut kutipan lengkapnya, yaitu: Career education is a sytematic attempt to increase the career options available to individuals and to facilitate more rational and valid career planning and preparations; the phases are career awareness, career exploration, and career preparation.
Kemudian lebih spesifik berkenaan dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, disebutkan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. Karenanya BK karir haruslah dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja.
Sasaran kompetensi yang ingin dicapai bagi lulusan SMK sudah cukup jelas, dan memiliki perbedaan dengan siswa SMA. Karenanya implikasi terhadap layanan BK karir yang diterima juga akan berbeda. Kompetensi kunci SMK dalam menghadapi era global dijabarkan oleh Djojonegoro (1998:28-30) sebagai berikut: (1) memiliki ketrampilan dasar yang kuat dan luas, yang memungkinkan pengembangan dan penyesuaian diri sesuai sesuai dengan perkembangan IPTEKS; (2) mampu mengumpulkan, menganalisa, dan menggunakan data dan informasi; (3) mampu mengkomunikasikan ide dan informasi; (4) mampu merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan; (5) mampu bekerja sama dalam kelompok; (6) mampu memecahkan masalah; (7) berpikir logis dan mampu menggunakan teknik-teknik matematika; serta (8) menguasai bahasa komunikasi global yaitu Bahasa Inggris.
konseptual berisi beberapa aspek, diantaranya:
1.        Kurikulum

Kurikulum secara garis besar berisi mengenai: apa yang dianggap penting, apa yang diajarkan, dan bagaimana hal itu diajarkan. Kurikulum PTK bersifat mengembangkan manusia yang produktif baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Tiga isu-isu inti di dalam kurikulum vokasionalisme: (a) integrasi pendidikan akademis, karir, dan pendidikan teknik; (b) artikulasi program sekolah menengah atas dan pasca sekolah menengah atas, dan (c) hubungan antara sekolah dan dunia kerja.

2.    Sasaran
Sasaran utama dari PTK adalah individu-individu yang masih belum memiliki keterampilan (low skill) dan paling tidak sudah memiliki pengetahuan dasar yang mendukung pengembangan keterampilan dalam proses pembelajaran agar mereka siap dalam suatu pekerjaan khusus sekaligus mempersiapkan mereka untuk menghadapi transisi dari kehidupan sekolah ke kehidupan nyata.

3.    Teknik Pengajaran

Teknik pengajaran dalam PTK harus bisa mengakomodasi pembelajaran sepanjang hayat, dan mampu untuk membuat iklim sekolah mencerminkan lingkungan tempat kerja nyata (simulasi). Persediaan logistik (infrastruktur) pada PTK jelas memiliki kualifikasi yang lebih tinggi daripada pendidikan umum. Hal ini membuat sekolah kejuruan, memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga biaya penyelenggaraan pendidikan kejuruan mahal. Selain itu, sifat  pengajaran juga memperhatikan aspek ketenagakerjaan, sehingga diharapkan siswa memiliki identitas kerja yang kuat (identity of work). 
4.    Teknik Asesmen

Kebanyakan pendidik sekarang memakai bentuk baru dari evaluasi siswa, disebut dengan istilah asesmen otentik, atau penilaian berbasis kinerja. Dalam asesmen otentik, menuntut siswa untuk menunjukkan pemahaman mereka tentang pengetahuan dan keterampilan dengan menciptakan respon terhadap pertanyaan atau alat-alat peraga untuk memperdalam pemahaman. Penilaian memperhatikan aspek pengetahuan (kognitif), pemaknaan (afektif), dan moral (psikomotor) siswa.

5.    Teknik Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan PTK. Evaluasi pada PTK tidak hanya terbatas pada keberhasilan program di dalam implementasinya secara intern (in school succes), tetapi evaluasi dilakukan juga secara ekstern (out school succes). In school success menitik beratkan aspek keberhasilan siswa dalam memnuhi persyaratan kurikuler. Out school succes menitik beratkan pada keberhasilan atau penampilan lulusan setelah berada di dunia kerja yang sebenarnya atau keberhasilan lulusan dalam melakukan transisi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Kemudian, ada beberapa aspek tambahan yang memberikan cita rasa berbeda dengan pendidikan umum, diantaranya:
1.        Orientasi
Orientasi PTK tidak hanya mempersiapkan individu untuk masuk ke dunia kerja nyata, tetapi PTK juga mempersiapkan individu untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Maka dari itu, orientasi tersebut bisa dijadikan alasan logis agar PTK selalu eksis. Ada beberapa bentuk orientasi pendidikan teknologi dan kejuruan:

a)    Orientasi pada ketrampilan yang dibutuhkan pasar kerja 

Pendidikan vokasi harus menyediakan jurusan yang sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu yang dibutuhkan dunia industri. Dibutuhkan informasi tentang jenis-jenis ketrampilanyang dibutuhkan suatu pekerjaan dan membuatnya kedalam suatu program pelatihan. Prosser dan Allen menekankan bahwa semua pelatihan vokasi harus spesifik untuk suatu pekerjaan tertentu sehingga peserta pelatihan tahu jelas sasaran pelatihan bagi dirinya.

b)        Orientasi pada lingkungan kerja

Pendidikan vokasi haruslah terkait erat dengan dunia kerja. Para pelatihnya harus selalu mengikuti perkembangan di dunia kerja. Idealnya program pendidikan vokasi adalah duplikat dari keadaan sebenarnya di dunia kerja. Pada level pendidikan tahun ke-11 sampai ke-12, peserta didik harus mulai diperkenalkan pada lingkungan kerja sebenarnya. Penyelenggara pendidikan vokasi harus menyesuaikan dengan keadaan dunia kerja, diantaranya (1) lingkup kerja dan (2) kontrol kerja. Ada pekerjaan yang memiliki lingkup kerja luas bahkan tak terbatas (seorang pekerja mengerjakan semua hal dari awal hingga akhir produksi), ada pula yang lingkupnya sangat terbatas (ada pembagian kerja). Ada juga pekerjaan dimana pekerja memiliki kontrol penuh atas pekerjaannya, ada pula yang ketat dengan berbagai pembatasan.

c)        Orientasi pada dasar perspektif sosial dunia kerja 

Dasar perpektif sosial (social base) adalah segala hal seperti pengalaman dan gaya kognitif yang melengkapi materi teknis dalam program pelatihan vokasi. Prinsipnya adalah memberikan pelajaran ketrampilan sosial yang dibutuhkan para pekerja seperti hubungan antar manusia, kewarganegaraan dan komunikasi. Penelitian menunjukkan bahwa ketrampilan sosial adalah hal penting dalam mempertahankan pekerjaan dan pengembangan karir. Materi yang diajarkan dalam pendidikan vokasi antara lain komunikasi kerja, pelayanan pelanggan, komunikasi telepon, persiapan interview kerja, penampilan diri, dan lain-lain.

d)      Orientasi pada tujuan akhir pendidikan 

Peserta didik harus mengerti sejak awal bahwa seluruh bagian pelatihan yang diberikan adalah untuk memberikan mereka ketrampilan spesifik sesuai kebutuhan pasar kerja. Sehingga mereka memiliki ketrampilan untuk mengerjakan tugas-tugas pada pekerjaan tertentu, bahwa mereka akan diberikan tanggung jawab kerja untuk menghasilkan suatu produk atau jasa. Hal ini sangat penting karena akan menumbuhkan motivasi internal dari para peserta.

e)      Orientasi pada sasaran karir yang spesifik 

Peserta didik harus memiliki sasaran karir. Pada tahun ke-9 dan ke-10 siswa diharapkan sudah memiliki komitmen terhadap suatu bidang pekerjaan tertentu misalnya pertanian, bisnis manajemen, dll. Pada tingkatan ini siswa mulai dikenalkan dengan gambaran dunia kerja. Materi pelatihan kerja dan pengalaman kerja secara umum sudah harus diberikan pada level ini. Harapannya pada saat masuk ke level tahun ke-11 dan ke-12 mereka sudah memiliki sasaran karir yang lebih jelas dan menjurus. Diakhir tahun ke-12 siswa sudah siap untuk masuk ke pekerjaan tertentu pada level pemula (entry level job), mengambil pelatihan lebih spesifik, atau melanjutkan ke perguruan tinggi vokasi pada jurusan yang sudah spesifik.

2.    Hubungan dengan Industri

Erat kaitannya dengan masalah mahalnya  penyelenggaraan PTK, dan tingginya tuntutan relevansi dengan dunia kerja/industri, maka masalah hubungan antara lembaga pendidikan dengan dunia kerja/industri, merupakan suatu ciri karakteristik yang penting bagi PTK. Perwujudan hubungan timbal balik berupa kesediaan dunia kerja/industri, menampung peserta didik untuk mendapat kesempatan pengalaman belajar di lapangan kerja/industri, informasi kecenderungan ketenagakerjaan yang merupakan bahan untuk dijabarkan ke dalam perencanaan dan implementasi program pendidikan, dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya yang saling menguntungkan.

3.    Kepekaan

Salah satu orientasi PTK adalah ke dunia kerja, sehingga PTK harus mempunyai ciri berupa kepekaan atau daya suai terhadap perkembangan masyarakat pada umumnya, dan dunia kerja pada khususnya. Perkembangan ilmu dan teknologi, inovasi dan penemuan-penemuan baru di bidang produksi dan jasa, besar pengaruhnya terhadap perkembangan PTK. Untuk itulah PTK harus bersifat responsif proaktif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, dengan upaya lebih menekankan kepada sifat adaptabilitas dan fleksibilitas untuk menghadapi prospek karir anak didik dalam jangka panjang.

Menurut Teori Prosser (dalam presentasi oleh Bachtiar Hasan: 2010 berjudul Pendidikan Kejuruan di Indonesia), landasan filsafat pendidikan kejuruan dapat diringkas sebagai berikut:

  1. Sekolah kejuruan akan efektif jika siswa diajar dengan materi, alat, mesin dan tugas-tugas yang sama atau tiruan dimana siswa akan bekerja
  2.  Sekolah kejuruan akan efektif hanya jika siswanya diperkenalkan dengan situasi nyata untuk berfikir, berperasaan, berperilaku seperti halnya pekerja, di industri, dimana siswa akan bekerja setelah lulus.
  3. Sekolah kejuruan akan efektif jika siswa dilatih langsung untuk berfìkir dan secara teratur.
  4. Untuk setiap jenis pekerjaan, individu harus memiliki kemampuan minimum agar mereka bisa mempertahankan diri untuk bekerja dalam posisi tersebut
  5. Pendidikan kejuruan akan efektif jika membantu individu untuk mencapai cita-cita, kemampuan, dan keinginannya pada tingkat yang lebih tinggi
  6. Pendidikan kejuruan untuk suatu jenis keahlian, posisi dan keterampilan akan efektif hanya diberikan kepada siswa yang merasa memerlukan, menginginkan dan mendapatkan keuntungan.
  7. Pendidikan kejuruan akan efektif apabila pengalaman latihan yang dilakukan akan membentuk kebiasaan bekerja dan berfikir secara teratur dan betul-betul diperlukan untuk meningkatkan prestasi kerja.
  8. Pendidikan kejuruan akan efektif jika diajar oleh guru dan instruktur yang telah memiliki pengalaman dan berhasil di dalam menerapkan keterampilan dan pengetahuan mengenai operasi dan proses kerja yang dilakukan.
  9. Pendidikan kejuruan harus memahami posisinya dalam masyarakat, dan situasi pasar, melatih siswa untuk dapat memenuhi tuntutan pasar tenaga kerja dan dengan menciptakan kondisi kerja yang lebih baik.
  10. Menumbuhkan kebiasaan kerja yang efektif kepada siswa hanya akan terjadi apabila training yang diberikan berupa pekerjaan nyata, dan bukan merupakan latihan semata.
  11. Materi training yang khusus pada jenis pekerjaan tertentu hendaknya merupakan pengalaman tuntas pada pekerjaan tersebut.
  12.  Untuk setiap jenis pekerjaan mempunyai ciri khusus, sehingga memerlukan materi diklat khusus pula.
  13. Pendidikan kejuruan akan menghasilkan pelayanan yang efisien apabila penyelenggaraan training diberikan kepada sekelompok siswa yang memerlukan (motivasi) dan memperoleh keberhasilan dari program tersebut.
  14. Pendidikan kejuruan akan efisien dan efektif apabila metode pembelajaran memperhatikan karakteristik siswa.
  15. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien apabila dilaksanakan dengan fleksibel, dinamis dan terstandar.
  16. Walaupun setiap usaha perlu dilaksanakan sehemat mungkin, pembiayaan pendidikan yang kurang dan batas minimum tidak bisa dilaksanakan secara efisien. Dan jika pembelajaran tidak bisa menjangkau dengan biaya minimum, sebaiknya pendidikan kejuruan tidak dilaksanakan (Prosser dan AlIen, 1825).
 4.    Penyelenggaraan penilaian program
Penilaian atas peneyelenggaraan program dapat dilakukan dengan menggunakan CIPP Module dengan fokus utama pada keseluruhan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan suatu program, misalnya program pelatihan untuk mencapai standar kompotensi dalam bidang kejuruan tertentu. Secara sederhana kerangka penilaian diuraikan sebgai berikut:

1.    Penilaian kontekstual
Berkaitan dengan semua aspek perencanaan, yang mencakup semua kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai sasaran program yang mencakup sarana dan prasarana, prsyarat kompotensi, instruktur, prasyarat peserta pelatihan, materi pelatihan yang diselaraskan dengan standar kompotensi yang hendak dicapai

2.    Penilaian masukan
Berkaitan dengan semua aspek pengambilan keputusan untuk menilai apakah semua kebutuhan yang diperlukan dalam penyelenggaraan program telah tersedia, termasuk strategi alternatif jika terdapat penyimpangan atau kendala-kendala yang menyebabkan program tidak berjalan sebgaimana yang diharapkan

3.    Penilaian proses
Berkaitan dengan semua kegiatan pelaksanaan program yang mencakup: sejauh mana keselarasan penyelenggaraan program dengan rencana. Apakah terdapat hambatan-hambatan yang terdeteksi sebelumnya? Apakah terdapat revisi perencanaan yang diperlukan? Apabila pertanyaan-pertanyaan ini telah terjawab, maka prosedur pelaksanaan dapat dimonitor, dikendalikan dan disempurnakan

4.    Penilaian hasil
Berkaitan dengan semua hasil suatu program yang mencakup: bagaimana hasil yang dicapai? Apakah kebutuhan-kebutuhan sebagai prasyarat program dapat disederhanakan? Apakah tindakan lanjutan setelah program tahap pertama sebelum program tahap selanjutnya dilaksanakan? Apakah sasaran penyelenggaraan program berhasil mencapai sasaran yang ditetapkan sebelumnya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas akan menentukan tingkat keberhasilan program. 

II.      Pelaksanaan (Exiting Condition) Dilihat Dari Sisi Konsep, Program dan Operasional (Studi Kasus)

Pendidikan kejuruan merupakan program strategis untuk menye-diakan tenaga kerja tingkat menengah. Namun kenyataan menunjukkan bahwa program ini kurang menarik perhatian kebanyakan orangtua dan anak-anaknya, terutama dari golongan ekonomi menengah ke atas. Demikian juga siswa yang prestasi akademiknya tinggi cenderung tidak memilih pendidikan kejuruan, melainkan pendidikan umum yang lebih leluasa untuk memasuki jenjang pendidikan tinggi. Usaha untuk menarik minat masyarakat termasuk remaja lulusan pendidikan dasar, untuk memasuki sekolah kejuruan memang perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Usaha tersebut tidak cukup hanya dengan melakukan promosi dengan misalnya mencetak dan menyebarkan informasi. Tetapi harus terlebih dahulu ditunjukkan hasil yang bermutu dan berdayaguna.
Berdasarkan latar belakang tersebut, pengkajian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan kemudian menganalisis apakah realitas lapangan mengenai perkembangan pendidikan kejuruan sudah sesuai dengan pendapat para pakar dalam bidang yang bersangkutan, dengan kebutuhan di lapangan kerja, dan dengan hasil kajian pustaka yang dilakukan. Obyek utama kajian ini adalah sekolah kejuruan yang terutama menyelenggarakan program pendidikan yang mengarah kepada pemberdayaan perempuan, yaitu program tata busana, tata rias, tata boga, dan jasa pariwisata.
Secara operasional kajian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:
  1. Apakah kurikulum pendidikan kejuruan yang dimaksud sudah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja dan perkembangan lingkungan ?
  2. Apakah berbagai komponen dalam pelaksanaan sistem pembelajaran, termasuk proses pembelajaran, sarana-prasarana, pengelolaan, dan penilaian, telah dikembangkan sesuai dengan tuntutan pembangunan pendidikan ?
  3. Apakah program pembelajaran telah menghasilkan lulusan yang kompeten untuk memasuki dunia kerja ?
  4.  Apakah program kejuruan yang dikembangkan sudah sesuai dengan pendapat para pakar dalam bidang yang bersangkutan ?
  5. Seberapa jauh para lulusan sudah disiapkan untuk mandiri ?
  6. Faktor apa saja yang menghambat dan mendukung terselenggaranya program pembelajaran yang bermutu?
Pada awal orde baru hingga awal pelita keVI sector pendidikan mengalami perkembangan yang cukup baik secara kuantitatif strategi pendidikan nasional yang dicanagkan pada akhir pelita ke II terdiri dari 4 butir yaitu:1. Peningkatan kualitas pendidikan, 2. Pemerataan Kesempatan memperoleh Pendidiakan 3. Relevansi pendidikan dan 4. Efesiensi pendidikan (Ali. M, 2009). Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Adapun Permasalahan makro pendidikan di Indonesia meliputi kwalitas,  kuantitas, relevansi dan distribusi.
a.    kwalitas
Joni dalam Abdul Hadis (2010:70) mengatakan bahwa “pendidikan yang bermutu /berkwalitas dapat dilihat dalam hubungannya dengan dunia kerja, yaitu bagaimana kesesuaian antara kecakapan dan keterampilan dengan tuntutan dunia kerja, bagaimana kesesuaian tamatan sekolah dalam hal jumlah dan kwalifikasinya dengan kesempatan kerja, dan bagaimana dengan keterserapan keluaran institusi pendidikan oleh dunia kerja dengan kata lain maslah efisiensi dan relevansi dunia pendidikan dengan dunia kerja berdampak langsung pada kwalitas pendidikan”. Oleh karena itu pengembangan sekolah kejuruan semestinya lebih memprioritaskan kwalitas daripada kuantitasnya.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana agar pendidikan dapat memberikan kualitas yang unggul sesuai yang diharapkan oleh seluruh komponen (masyarakat, pemerintah, DUDI). Ada beberapa cara yang dapat ditempuh antara lain :
Ø  Pemerintah lebih memperhatikan dunia pendidikan dengan Menaikkan anggaran pendidikan atau anggaran pendidikan yang tetap tetapi tidak membebankan  gaji guru pada pada anggaran tersebut. Hal lain 7yang yang harus diperhatikan adalah efisiensi pemanfaatan dana untuk membiayai berbagai macam program pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan, menekan biaya operasional organisasi sekecil mungkin sehingga dana yang diberikan oleh pemerintah dapat  tepat sasaran, serta harus ada disiplin penggunaan anggaran yang ketat.

Ø  Sarana dan prasarana
Sarana dan Prasarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolok ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih. Sarana dan Prasarana diibaratkan sebagi motor penggerak yang dapat berjalan dengan kecepatan sesuai dengan keinginan oleh penggeraknya. Begitu pula dengan pendidikan, sarana dan prasarana sangat penting karena dibutuhkan. Sarana dan prasarana pendidikan dapat berguna untuk menunjang penyelenggaraan proses belajar

Ø  Kurikulum
Harus disesuaikan dengan pasar kerja sehingga arah pengembangan pendidikan kejuruan diorientasikan pada permintaan pasar kerja. Orientasi berdasarkan permintaan pasar dapat dilakukan dengan pengembangan kurikulum yang melibatkan pemerintah, pihak sekolah dan industry sehingga dihasilkan kurikulum yang relevan dengan dunia industry yang menitikberatkan Keberhasilan belajar berupa kelulusan dari sekolah kejuruan dengan menggenggam kompetensi khusus/ skil yang dibutuhkan oleh dunia industri, sedangkan keberhasilan program secara tuntas berorientasi pada penampilan para lulusannya kelak dilapangan kerja sehingga Stimuli dan pengalaman belajar yang disajikan melalui pendidikan kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar yang mengembangkan domain afektif, kognitif dan psikomotor berikut paduan integralnya yang siap untuk dipadukan baik pada situasi kerja yang tersimulasi lewat proses belajar mapupun nanti dalam situasi kerja yang sebenarnya. Ini termasuk sikap kerja dan orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan kemampuan kerjanya. Selain itu, kurikulum yang diterapkan hendaklah mengacu kepada perkembangan IPTEK.

Ø  Pendidik dan tenaga kependidikan
Kepala sekolah, guru, staf kependidikan (tata usaha, pustakawan, dan teknisi/laboran) merupakan kunci sukses atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan dan berhadapan langsung dengan subyek pendidikan (siswa). Kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan maju dan mundurnya penyelenggaraan pendidikan di lembaganya. Dengan demikian, kepala sekolah harus memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara optimal dan professional. Guru merupakan jiwa dari sekolah. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru perlu memperoleh perhatian tersendiri baik dari sekolah maupun pemerintah. Saat ini, masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang dan kompetensi yang seharusnya. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara berkesinambungan dan kontinyu. Sertifikasi guru dalam jabatan yang digulirkan pemerintah akhir-akhir ini merupakan perlu didukung masyarakat luas, dan dalam pelaksanaannya harus tetap mengacu pada standar kompetensi yang ditetapkan secara utuh, yaitu standar kompetensi pedogogis, kepribadian, profesional, dan sosial.  Kompetensi pedagogic merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik; pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran,  pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar; dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Sedangkan Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:beriman dan bertakwa,  berakhlak mulia, arif dan bijaksana,demokratis, mantap,
berwibawa;stabil, dewasa ,jujur;sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional,  bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik,  bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Kompetensi profesional  merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan: materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu, dan konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

Ø  Hubungannya dengan masyarakat dunia usaha / masyarakat yang mencakup daya dukung dan daya serap lingkungan yang sangat penting perannya bagi hidup dan matinya suatu lembaga pendidikan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik yang menunjang ini mencakup adanya dewan penasehat kurikulum kejuruan (curriculum advisory commite), kesediaan dunia usaha menampung anak didik sekolah kejuruan dalam program kerjasama yang memungkinkan kesempatan pengalaman belajar dilapangan.
1)   Industri Sebagai Tempat Praktik Siswa karena Banyak SMK yang tidak memiliki peralatan dan mesin untuk praktik dalam memenuhi standar kompetensi atau tujuan yang ditentukan, menggunakan industri sebagai tempat praktik (outsourcing).
2)   Industri Sebagai Tempat Magang Kerja yakni Sistem Magang (apprenticeship)   merupakan sistem pendidikan kejuruan yang paling tua dalam sejarah pendidikan vokasi.  Sistem magang merupakan sistem yang cukup efektif untuk mendidik dan menyiapkan seseorang untuk memperdalam dan menguasai keterampilan yang lebih rumit yang tidak mungkin atau tidak pernah dilakukan melalui pendidikan masal di sekolah. Dalam sistem magang seorang yang belum ahli (novices) belajar dengan orang yang telah ahli (expert) dalam bidang kejuruan tertentu. Sistem magang juga dapat membantu siswa SMK memahami budaya kerja, sikap profesional yang diperlukan, budaya mutu, dan pelayanan konsumen
3)   Industri Sebagai Tempat Belajar Manajemen Industri dan Wawasan Dunia Kerja yang  dimanfaatkan oleh sekolah sebagai tempat pembelajaran tentang manajemen dan organisasi produksi.
Siswa SMK kadang-kadang melakukan pengamatan cara kerja mesin dan produk yang dihasilkan dengan secara tidak langsung belajar tentang mutu dan efisiensi produk. Selain itu siswa juga belajar tentang manajemen dan organisasi industri untuk belajar tentang dunia usaha dan cara pengelolaan usaha, sehingga mereka memiliki wawasan dan pengetahuan tentang dunia usaha. Melalui belajar manajemen dan organisasi ini juga bisa menambah wawasan siswa pada dunia wirausaha.

b.    Relevansi
Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Masalah ini berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau intitusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Selain itu permaslahan relevansi juga termasuk SDM ( Tenaga pendidik yang masih banyak mengajar tidak sesuai dengan bidang keahlian pendidikannya, melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan berikutnya yang sangat tidak sesuai dengan bidang keahlian sebelumnya sehingga  pendalaman bidang keahliannya tidak berjalan dengan baik.
Ø  Sebenarnya kriteria relevansi cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut: status lembaga pendidikan yang bermacam-macam
Ø  sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran yang siap pakai. Yang ada ialah siap berkembang.
Ø  Tidak tersedianya daftar kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya pendidikannya.

c.    Kuantitas
Pembangunan pendidikan merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui pembangunan pendidikan diharapkan dapat dibentuk manusia yang berkualitas utuh yang salah satu cirinya adalah sehat jasmani dan rohani. Pada periode 2005--2009 Depdiknas telah berhasil mengembangkan kebijakan-kebijakan terobosan, yaitu (1) pendanaan massal pendidikan, (2) peningkatan kualifikasi dan sertifikasi  pendidik secara massal, (3) penerapan TIK secara massal untuk e-pembelajaran dan e-administrasi, (4) pembangunan prasarana dan sarana pendidikan secara  massal, (5) rehabilitasi prasarana dan  sarana pendidikan secara massal, (6) reformasi perbukuan secara mendasar, (7) peningkatan mutu dan daya saing pendidikan dengan pendekatan komprehensif, (8) perbaikan rasio peserta didik SMK:SMA, (9) otonomisasi satuan pendidikan, (10) intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan nonformal dan informal untuk menggapaikan layanan pendidikan kepada peserta didik yang tak terjangkau pendidikan formal  (reaching the unreached), dan (11) penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan dengan pendekatan komprehensif.
d.    Distribusi
Pada amandemen Undang-Undang Dasar 1945 di amandemen dan pasal 31 UUD 1945 ditambah ayatnya menjadi sebagai berikut:
1)        Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
2)        Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
3)        Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang
4)        Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional
5)        Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemaujuan peradaban serta kesejaheraan umat manusia.

e.    Efisiensi
Masalah efisiensi pendidikan dapat terjadi karena berbagai faktor, yaitu tenaga kependidikan, peserta didik, kurikulum, program belajar dan pembelajaran, sarana/prasarana pendidikan, dan suasana sosial budaya.
Dalam hal pengembangan kurikulum yang relevan dengan dunia industry, masyarakat, pemerintah dan sekolah, memiliki peranan penting dalam dalam membantu hal tersebut.  Didalam UU standar pembiayaan pendidikan menyatakan bahwa Masyarakat dapat berperan serta dalam membantu pemerintah dalam bidang pendidikan, pengembangan kurikulum terutama kualitas kurikulum yang sesuai dengan tuntutan yang diharapkan masyarakat, dan penyaluran lulusan yang dihasilkan dari proses penyelenggaraan pendidikan.
Selain itu, fasilitas sarana dan prasarana sangat mempengaruhi secara langsung kualitas pendidikan, Salah satu prinsip pendidikan kejuruan bahwa untuk mendapatlkan lulusan yang kompeten, sebaiknya siswa dilatih sesuai dengan replica dimana ia akan kerja kelak. Agar mereka terlatih dengan peralatan yang sesuai di industry sehingga pada saat mereka memasuki dunia kerja, industry tidak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan training. Sehubungan dengan hal tersebut,  pembukaan jurusan baru yang saat ini memiliki minat yang sangat tinggi di masyarakat dilakukan begitu saja dengan berani tanpa mempertimbangkan sarana dan prasarana yang akan digunakan sehingga kegiatan pembelajaran dua tahun terakhir dilakukan apa adanya.
f.     Kebijakaan
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah memiliki hak, wewenang dan kekuasaaan dalam mengatur berbagai hal. Hak ini timbul karena kedudukan formalnya dalam pemerintahan. Berkaitan dengan hal kekuasaan, Edgar dalam Nanang 1996 mengatakan bahwa “kekuasaan tidak hanya diperoleh semata – mata dalam tingkatan hirarki organisasi tetapi bersumber dari bermacam- macam jenis psikologi kekuasaan yaitu:
Ø  Kekuasaan jabatan sah (legimated power) berhubungan dengan hak kelembagaan, terjadi apabila bawahan menerima pengaruh, mengakui bahwa atasan secara sah berhak memerintah atau memeberi pengaruh dalam batas- batas tertentu. Ini berarti bawahan mempunyai kewajiban untuk mengakui kekuasaan
Ø  Kekuasaan yang memaksa (coercive power) yaitu didasarkan pada kemampuan pemberi pengaruh untuk menghukum penerima pengaruh untuk menghukum kalau tidak memenuhi permintaan. Hukuman dapat berupa kehilangan fasilitas  bahkan kehilangan pekerjaan.

 IV.     Kesimpulan
Mutu pendidikan  tergolong masih sangat rendah, Hal itu disebabkan oleh berbagai permasalahan pendidikan seperti: (1) Anggaran  alokasi dana untuk pendidikan masih sangat kurang, (2) Kualitas atau Mutu pendidikan yang masih rendah, (3) Profesionalisme maupun relevansi pendidik dan tenaga kependidikan yang masih kurang, (4) Sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai, (5) Kurangnya kerjasama dengan DUDI, (6) Masalah Pemerataan pendidikan  baik pemerataan guru, pemerataan mendapatkan pendidikan maupun pemerataan sarana dan prasarana yang belum memadai, (7) Perhatian pemerintah daerah terhadap pendidikan masih kurang.
Oleh karena itu, Agar diperoleh lulusan terampil dan siap pakai yang sesuai dengan kebutuhan dengan dunia industry maka  perlu  dilakukan pembenahan terhadap pendidikan kejuruan kita yang menyangkut hal tersebut diatas.   


Sumber:
1ptk,2012,” Konsep Bimbingan dan Konseling Karir di SMK (Existing Condition)”,http://1ptk.blogspot.com, diunduh pada tanggal 13 oktober 2013
1ptk,2012,”Model Pendidikan Vokasi Konvensional”, http://1ptk.blogspot.com/2011/12/model-pendidikan-vokasi-konvensional.html.
Kurniawan,2012,”Pendidikan Kejuruan Harus Demokratis. (Online)”,http://re-searchengines.com/0208kurniawan.html
Wikipedia,2012, “Career counseling”,http://en.wikipedia.org/wiki/Career_counseling 
















  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS